Home » SKRIPSI » Tim Dosen Psikologi Islam UIN Raden Intan melakukan pendampingan kasus keluarga didampingi Mahasiswa Konselor Sebaya

Tim Dosen Psikologi Islam UIN Raden Intan melakukan pendampingan kasus keluarga didampingi Mahasiswa Konselor Sebaya


Pringsewu (15/6). Pendampingan kasus sosial yang dilakukan oleh Tim Konselor Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Raden Intan Lampung bekerjasama dengan LK3 Dinas Sosial Pringsewu. Pada kesempatan pendampingan ini, kasus yang ditangani adalah kasus kekerasan terhadap keluarga. Kasus yang merupakan penanganan dari Tim LK3 Dinsos Pringsewu, kemudian di tindaklanjuti oleh tim konselor PSGA UIN Raden Intan. Kasus yang ditangani oleh para dosen dari Prodi Psikologi Islam melibatkan mahasiswa sebagai konselor sebaya. Menurut Ketua PSGA UIN RIL, Dr. Suslina Sanjaya, M.Ag kegiatan ini adalah bentuk konkrit dari kerjasama /MoU antara UIN Raden Intan Lampung dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu.

Penanganan kasus sosial dijalankan  dengan menggunakan teknik konseling sebaya didampingi oleh Konselor Dosen. Pada kasus kekerasan keluarga  di Dinsos Kabupaten Pringsewu, dengan melibatkan beberapa Dosen diantaranya; Mustamira Sofa Salsabila, S.Psi, M.Si., Annisa Fitriani, M.Psi., Prof. Dr. Syafrimen, M.Ed. Para mahasiswa yang terlibat sebagai konselor sebaya diantaranya Antika Kencana Suri, Aulia Rahma, Rizti Anandini, Arlda Rochmadona, dan Liana Sari.

Pendampingan kasus kekerasan dalam keluarga merupakan upaya yang sangat penting untuk dilakukan yakni dengan memberikan dukungan komprehensif pada korban dan membantu mereka dalam mengatasi situasi sulit tersebut. Meskipun dalam Pasal 26 Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengatur bahwa korban berhak melaporkan secara langsung atau dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian maupun lembaga sosial, namun masih banyak korban yang tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya karena ketakutan baik terhadap pelaku maupun ketakutan menjalani proses peradilan itu sendiri yang masih jauh dari ketentuan pasal 2 Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menentukan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Kegiatan pendampingan dan advokasi kasus sosial ini diharapkan tetap dijalankan pada masa-masa yang akan mendatang, meskipun tetap mengedepankan protokol kesehatan sesuai arahan pemerintah. (NA)